Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sebuah Refleksi: Belajar Bareng Anak? Mengapa Tidak!


Sebuah Refleksi: Belajar Bareng Anak? Mengapa Tidak!

Oleh: Nor Alita Hana Muf’ida

Peran orang tua kerap dipahami sebagai sosok yang selalu memberi petunjuk, mengarahkan, mendidik, hingga menetapkan pilihan terbaik bagi anak. Namun dalam kenyataannya, mendampingi anak tumbuh justru membuka kesempatan besar bagi orang tua untuk ikut belajar. Belajar menjadi lebih sabar, terbuka, dan mawas diri.

Anak adalah cermin. Pertanyaan polos mereka sering kali menantang kita untuk berpikir lebih dalam, merespons dengan empati, dan mengubah cara pandang. Dalam perjalanan mendampingi anak belajar mengenal huruf, angka, atau mengelola emosinya, orang tua pun turut bertumbuh, belajar meredam ekspektasi, bersikap lapang saat menghadapi kegagalan, dan terus menyempurnakan cara berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak. Namun, untuk benar-benar tumbuh bersama anak, kita sebagai orang tua perlu melakukan evaluasi dan menyusun langkah-langkah ke depan.

Evaluasi diri orang tua sangat penting. Sudah sejauh apa kita mendampingi dengan kesadaran? Coba tanyakan pada diri sendiri:
1. Apakah saya lebih sering memberi perintah daripada mendengarkan?
Anak membutuhkan ruang untuk menyampaikan pikirannya, bukan sekadar menerima arahan.
2. Apakah saya menghargai proses belajar mereka, atau hanya menilai hasil akhirnya?
Fokus pada proses akan membantu anak merasa didukung, bukan dihakimi.
3. Bagaimana reaksi saya saat anak gagal atau melakukan kesalahan?
Saat anak mengalami kegagalan, di situlah terbuka peluang berharga bagi kita untuk menyalurkan kasih sayang dan memperkuat rasa percaya mereka kepada kita.
4. Apakah saya pernah mengakui kesalahan atau kekurangan saya di depan anak?
Ini adalah bentuk keteladanan yang membangun kejujuran dan kedekatan emosional.

Berikut beberapa langkah yang bisa diterapkan untuk menjadi orang tua yang tumbuh bersama anak:
1. Luangkan waktu refleksi bersama anak.
Ajak anak berbicara tentang hari mereka, perasaan mereka dan hal-hal yang membuat mereka bangga atau kecewa. Jangan hanya fokus pada pelajaran formal.

2. Ciptakan rutinitas belajar yang fleksibel dan menyenangkan.
Sesuaikan dengan gaya belajar anak. Belajar dengan menggunakan permainan, diskusi santai, atau aktivitas praktis untuk menarik minat belajar mereka.

3. Tunjukkan bahwa Anda juga belajar.
Bacalah buku dengan nyaring bersama anak, tanyakan hal-hal baru dan menarik kepada mereka, atau pelajari sesuatu bersama dengan kegiatan menanam, menggambar, mengenal teknologi, atau kegiatan seru lainnya.

4. Berikan ruang bagi anak untuk mencoba dan gagal.
Dukung mereka untuk berani, tanpa takut salah. Temani mereka untuk memahami bahwa kegagalan adalah bagian dari proses.

5. Evaluasi berkala sebagai keluarga.
Agendakan rutin, waktu untuk membahas apa yang telah berjalan dengan baik dan apa yang dapat diperbaiki, baik dari sisi anak maupun orang tua.

Bertumbuh bersama adalah hadiah terindah. Peran orang tua bukan hanya terkait mengetahui segalanya, melainkan tentang kesiapan untuk terus belajar dan berkembang seiring tumbuh kembang anak. Ketika kita menempatkan diri sebagai rekan belajar tidak hanya semata pengatur, anak akan merasa lebih dekat, dihargai, dan lebih terbuka. Disanalah relasi yang sehat dan bermakna mulai terbentuk.

Dalam proses belajar, tidak hanya anak yang belajar tetapi orang tua juga belajar untuk dapat menjadi pribadi sekaligus tauladan yang baik untuk anak-anak kita. Jadi, belajar bareng anak? Mengapa tidak!

#griyabelajaralita #20harijadibuku #GuruInspiratif #JoeraganArtikel #day20





 

Posting Komentar untuk "Sebuah Refleksi: Belajar Bareng Anak? Mengapa Tidak!"